Monday, August 31, 2015

MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?

MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?

JAKARTA - Di tengah krisis ekonomi sangat mencekik rakyat Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow, beberapa hari ini MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di Kualalumpur menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok' petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal. MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa. 
Adakah ini perhatian MetroTV atas krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan kondisi dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai limbung dan kehilangan legitimasi?
 MetroTV mulai malu memberitakan Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy (orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru 10 bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat malapetaka bagi rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu  dia berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat langsung sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar, menggunakan segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred Harian Kompas Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat opini mendukung Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia masih 'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu 'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat opini yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi 'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada publik, dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela rezim yang berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat 'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di sekitar waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat yang tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran Kampung Pulo, justru memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro  milik si 'Brewok' dan petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada rakyat, justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek' diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah), tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat. Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya 'raja tega'. Tega makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $ 1.000 dolar paling tinggi. Itupun  tidak merata. Masih banyak yang penghasilan sehari  cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang busung lapar, tidak ada yang  makan nasi aking (nasi basi) atau raskin (beras miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih 'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi, sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan tol dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia sudah bikin mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa. Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara dan mengelola negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati 'sandang, pangan dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan dengan krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang berpihak kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat secara jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena mereka itu 'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan 'kafarat' (bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan Jokowi mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah, pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.

JAKARTA (voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi sangat mencekik rakyat Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow, beberapa hari ini MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di Kualalumpur menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok' petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal. MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa.
Adakah ini perhatian MetroTV atas krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan kondisi dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai limbung dan kehilangan legitimasi?
 MetroTV mulai malu memberitakan Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy (orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru 10 bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat malapetaka bagi rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu  dia berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat langsung sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar, menggunakan segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred Harian Kompas Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat opini mendukung Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia masih 'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu 'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat opini yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi 'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada publik, dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela rezim yang berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat 'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di sekitar waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat yang tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran Kampung Pulo, justru memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro  milik si 'Brewok' dan petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada rakyat, justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek' diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah), tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat. Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya 'raja tega'. Tega makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $ 1.000 dolar paling tinggi. Itupun  tidak merata. Masih banyak yang penghasilan sehari  cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang busung lapar, tidak ada yang  makan nasi aking (nasi basi) atau raskin (beras miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih 'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi, sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan tol dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia sudah bikin mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa. Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara dan mengelola negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati 'sandang, pangan dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan dengan krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang berpihak kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat secara jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena mereka itu 'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan 'kafarat' (bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan Jokowi mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah, pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.
- See more at: http://voa-islam.com/read/opini/2015/09/01/38935/metrotv-sudah-mulai-malu-memberitakan-jokowi/#sthash.KTzXjGKo.dpuf
JAKARTA (voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi sangat mencekik rakyat Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow, beberapa hari ini MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di Kualalumpur menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok' petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal. MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa.
Adakah ini perhatian MetroTV atas krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan kondisi dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai limbung dan kehilangan legitimasi?
 MetroTV mulai malu memberitakan Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy (orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru 10 bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat malapetaka bagi rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu  dia berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat langsung sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar, menggunakan segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred Harian Kompas Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat opini mendukung Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia masih 'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu 'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat opini yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi 'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada publik, dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela rezim yang berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat 'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di sekitar waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat yang tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran Kampung Pulo, justru memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro  milik si 'Brewok' dan petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada rakyat, justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek' diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah), tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat. Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya 'raja tega'. Tega makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $ 1.000 dolar paling tinggi. Itupun  tidak merata. Masih banyak yang penghasilan sehari  cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang busung lapar, tidak ada yang  makan nasi aking (nasi basi) atau raskin (beras miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih 'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi, sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan tol dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia sudah bikin mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa. Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara dan mengelola negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati 'sandang, pangan dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan dengan krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang berpihak kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat secara jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena mereka itu 'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan 'kafarat' (bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan Jokowi mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah, pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.
- See more at: http://voa-islam.com/read/opini/2015/09/01/38935/metrotv-sudah-mulai-malu-memberitakan-jokowi/#sthash.KTzXjGKo.dpufsafgewg
JAKARTA (voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi sangat mencekik rakyat Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow, beberapa hari ini MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di Kualalumpur menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok' petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal. MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa.
Adakah ini perhatian MetroTV atas krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan kondisi dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai limbung dan kehilangan legitimasi?
 MetroTV mulai malu memberitakan Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy (orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru 10 bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat malapetaka bagi rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu  dia berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat langsung sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar, menggunakan segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred Harian Kompas Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat opini mendukung Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia masih 'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu 'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat opini yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi 'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada publik, dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela rezim yang berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat 'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di sekitar waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat yang tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran Kampung Pulo, justru memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro  milik si 'Brewok' dan petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada rakyat, justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek' diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah), tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat. Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya 'raja tega'. Tega makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $ 1.000 dolar paling tinggi. Itupun  tidak merata. Masih banyak yang penghasilan sehari  cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang busung lapar, tidak ada yang  makan nasi aking (nasi basi) atau raskin (beras miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih 'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi, sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan tol dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia sudah bikin mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa. Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara dan mengelola negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati 'sandang, pangan dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan dengan krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang berpihak kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat secara jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena mereka itu 'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan 'kafarat' (bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan Jokowi mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah, pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.
- See more at: http://voa-islam.com/read/opini/2015/09/01/38935/metrotv-sudah-mulai-malu-memberitakan-jokowi/#sthash.KTzXjGKo.dpuf
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?

No comments:

Post a Comment