MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
JAKARTA - Di tengah krisis ekonomi
sangat mencekik rakyat Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow,
beberapa hari ini MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di
Kualalumpur menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok'
petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal.
MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa.
Adakah ini perhatian MetroTV atas
krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan kondisi
dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai limbung dan
kehilangan legitimasi?
MetroTV mulai malu memberitakan
Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy (orang
NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal
bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru 10
bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat malapetaka bagi
rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi
kondisi sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu
dia berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat
langsung sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di
tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar, menggunakan
segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred Harian Kompas
Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat opini mendukung
Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus
Martowardoyo dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia
masih 'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera
Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya
selalu 'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak
lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat opini
yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi
'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada publik,
dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela rezim yang
berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat
'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani
meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di sekitar
waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo
Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat yang
tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani
mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh kehilangan
pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran Kampung Pulo, justru
memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro milik si
'Brewok' dan petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu,
berkoar-koar ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada
rakyat, justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan
menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek'
diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang
dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah),
tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung rambut
sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan
diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat. Pejabat
Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya 'raja tega'. Tega
makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan
gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada
rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong
jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di Malaysia
tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita
penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $ 1.000
dolar paling tinggi. Itupun tidak merata. Masih banyak yang penghasilan
sehari cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di
Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang busung
lapar, tidak ada yang makan nasi aking (nasi basi) atau raskin (beras
miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya
bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok
rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang menjadi 'gundiknya'
para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen
rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa kepada
orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta di Mesir.
Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih
'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi,
sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang
infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan
kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan tol
dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan yang
berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia sudah bikin
mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu
hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa. Tapi,
orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara dan mengelola
negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat
Indonesia berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di
Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman
Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan mulai dari
pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati 'sandang, pangan
dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan
dengan krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam
negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang berpihak
kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat
secara jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta
pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan manipulasi
berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena mereka itu
'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan
'kafarat' (bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan
mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi presiden. Di
mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan
Jokowi mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah,
pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina
berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.
JAKARTA
(voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi sangat mencekik rakyat
Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow, beberapa hari ini
MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di Kualalumpur
menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok'
petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal.
MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa.
Adakah ini perhatian MetroTV atas
krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan
kondisi dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai
limbung dan kehilangan legitimasi?
MetroTV mulai malu memberitakan
Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy
(orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar
Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal
bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru
10 bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat
malapetaka bagi rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi
sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu dia
berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat langsung
sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di
tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar,
menggunakan segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred
Harian Kompas Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat
opini mendukung Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo
dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia masih
'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera
Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu
'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak
lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat
opini yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi
'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada
publik, dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela
rezim yang berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat
'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani
meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di
sekitar waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo
Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat
yang tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani
mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh
kehilangan pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran
Kampung Pulo, justru memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro milik si 'Brewok' dan
petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar
ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada rakyat,
justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan
menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek' diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah),
tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung
rambut sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan
diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat.
Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya
'raja tega'. Tega makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada
rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong
jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di
Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita
penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $
1.000 dolar paling tinggi. Itupun tidak merata. Masih banyak yang
penghasilan sehari cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di
Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang
busung lapar, tidak ada yang makan nasi aking (nasi basi) atau raskin
(beras miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya
bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi
kebutuhan pokok rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang
menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen
rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa
kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta
di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih
'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi,
sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang
infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan
kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan
tol dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan
yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia
sudah bikin mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu
hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa.
Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara
dan mengelola negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia
berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di
Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman
Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan
mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati
'sandang, pangan dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan dengan
krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam
negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang
berpihak kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat secara
jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta
pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan
manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena
mereka itu 'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan 'kafarat'
(bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan
mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi
presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan Jokowi
mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah,
pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina
berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.
- See more at:
http://voa-islam.com/read/opini/2015/09/01/38935/metrotv-sudah-mulai-malu-memberitakan-jokowi/#sthash.KTzXjGKo.dpuf
JAKARTA
(voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi sangat mencekik rakyat
Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow, beberapa hari ini
MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di Kualalumpur
menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok'
petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal.
MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa.
Adakah ini perhatian MetroTV atas
krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan
kondisi dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai
limbung dan kehilangan legitimasi?
MetroTV mulai malu memberitakan
Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy
(orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar
Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal
bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru
10 bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat
malapetaka bagi rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi
sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu dia
berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat langsung
sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di
tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar,
menggunakan segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred
Harian Kompas Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat
opini mendukung Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo
dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia masih
'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera
Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu
'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak
lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat
opini yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi
'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada
publik, dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela
rezim yang berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat
'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani
meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di
sekitar waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo
Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat
yang tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani
mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh
kehilangan pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran
Kampung Pulo, justru memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro milik si 'Brewok' dan
petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar
ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada rakyat,
justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan
menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek' diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah),
tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung
rambut sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan
diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat.
Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya
'raja tega'. Tega makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada
rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong
jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di
Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita
penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $
1.000 dolar paling tinggi. Itupun tidak merata. Masih banyak yang
penghasilan sehari cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di
Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang
busung lapar, tidak ada yang makan nasi aking (nasi basi) atau raskin
(beras miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya
bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi
kebutuhan pokok rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang
menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen
rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa
kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta
di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih
'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi,
sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang
infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan
kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan
tol dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan
yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia
sudah bikin mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu
hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa.
Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara
dan mengelola negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia
berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di
Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman
Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan
mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati
'sandang, pangan dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan dengan
krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam
negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang
berpihak kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat secara
jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta
pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan
manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena
mereka itu 'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan 'kafarat'
(bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan
mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi
presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan Jokowi
mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah,
pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina
berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.
- See more at:
http://voa-islam.com/read/opini/2015/09/01/38935/metrotv-sudah-mulai-malu-memberitakan-jokowi/#sthash.KTzXjGKo.dpufsafgewg
JAKARTA
(voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi sangat mencekik rakyat
Indnonesia, dan mulai limbungnya pemerintahan Jokow, beberapa hari ini
MetroTV tak henti-hennti memberitakan tentang demonstrasi di Kualalumpur
menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.
Liputan media milik si 'Brewok'
petinggi NASDEM itu, terkesan sangat berlebihan, dan tidak proporsianal.
MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' luar biasa.
Adakah ini perhatian MetroTV atas
krisis politik di Malaysia, atau sebaliknya hanya ingin mengalihkan
kondisi dalam negeri Indonesia? Di mana pemerintahan Jokowi yang mulai
limbung dan kehilangan legitimasi?
MetroTV mulai malu memberitakan
Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy
(orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar
Panjaitan.
MetroTV sudah kehilangan akal
bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru
10 bulan itu, tapi sudah memproduk berbagai masalah yang membuat
malapetaka bagi rakyat, dan kehidupan rakyat semakin hancur.
Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi
sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi, diantaranya begitu dia
berkuasa langsung sudah berani menaikan BBM, dan membuat rakyat langsung
sekarat.
Sekarang, paling-paling MetroTV di
tengah krisis ekonomi, dan semakin loyonya rupiah atas dolar,
menggunakan segmen acara 'Economic Challenge' yang dipandu mantan Pemred
Harian Kompas Satryotomo (Tomi), yang tetap membela Jokowi dan membuat
opini mendukung Jokowi.
Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo
dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro, bahwa ekonomi Indonesia masih
'OK', dan akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera
Indonesia.
Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu
'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak
lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Sekadar membuat
opini yang memang sudah di 'setting' untuk tujuan tertentu.
Betapa MetroTV, sekarang menjadi
'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada
publik, dan dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela
rezim yang berkuasa.
Mengapa MetroTV tidak mengangkat
'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Di mana Jokowi tidak berani
meresmikan, serta berpihak kepada rakyat yang bertambah mlarat di
sekitar waduk?
Jokowi hanya datang ke Sidoardjo
Lapindo, semuanya tujuan hanyalah 'citra', bukan cinta kepada rakyat
yang tenggelam, akibat amukan Lapindo.
Mengapa MetroTV tidak berani
mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Di mana puluhan ribu buruh
kehilangan pekerjaan? Ribuan pabrik gulung tikar? Kasus penggusuran
Kampung Pulo, justru memihak kepada Ahok.
Sungguh, Metro milik si 'Brewok' dan
petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar
ingin menciptakan pembaharuan dan perubahan dan berpihak kepada rakyat,
justru sekarang ini, terjebak hanya nempel kepada kekuasaan Jokowi, dan
menikmati kekuasaannya. .
Sekalipun, Najib Razak 'brengsek' diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia? Berapa yang dikorup Najib?
Di Malaysia ada korupsi (rusuwah),
tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi dari ujung
rambut sampai ujung jempol kaki.
Pajabat yang sudah ramai diberitakan
diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat.
Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya
'raja tega'. Tega makan duit rakyat, dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.
Di negeri Jiran itu, tidak ada
rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, di kolong
jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Sangat menyedihkan. Di
Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.
Di Malaysia 'income' perkapita
penduduknya sudah diatas $ 10 ribu dolar perkepala. Di Indonesia baru $
1.000 dolar paling tinggi. Itupun tidak merata. Masih banyak yang
penghasilan sehari cuma $ 2 dolar.
Angka kemiskinan yang absolut di
Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang
busung lapar, tidak ada yang makan nasi aking (nasi basi) atau raskin
(beras miskin).
Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya
bertambah mlarat, semuanya di import, dan tidak mampu mencukupi
kebutuhan pokok rakyatnya.Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang
menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di Malaysia sudah lebih 2 persen
rakyatnya yang bergerlar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan biasa siswa
kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta
di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih
'bodoh' dan 'mlarat', dan bahkan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi,
sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia dibidang
infrastruktur sudah beres.
Bandara, pelabuhan, jalan, dan
kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan
tol dari muli ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan
yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia
sudah bikin mobil sendiri, Proton.
Penduduk Malaysia penduduk Melayu
hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang jumlah 30 juta jiwa.
Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara
dan mengelola negara dengan baik.
Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia
berbondong-bondong ke Malaysia 'ringgit', agas bisa hidup. Karena di
Indonesia susah mencari kerja.
Perubahan di Malaysia sejak zaman
Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan
mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati
'sandang, pangan dan papan. Indonesia?
MetroTV tidak perlu berlebihan dengan
krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV lebih melihat krisis dalam
negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang
berpihak kepada rakyat.
MetroTV harus berani mengangkat secara
jujur siapapun yang tidak bertanggujawab di Indonesia? Minta
pertanggungjawabn kepada mereka. Jangan malah menutupi dan melakukan
manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena
mereka itu 'temennya'.
MetroTV harusnya memberikan 'kafarat'
(bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan
mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi
presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang 10 bulan pemerintahan Jokowi
mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah,
pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina
berbondong masuk Indonesia. Di mana engkau 'MentroTV'? Wallahu'alam.
- See more at:
http://voa-islam.com/read/opini/2015/09/01/38935/metrotv-sudah-mulai-malu-memberitakan-jokowi/#sthash.KTzXjGKo.dpuf
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?
MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?